#9 Tuan Pendendam

9 Februari 2014

Ini sudah bukan surat cinta lagi, dendammu menutupi semuanya. bukan pertama kali dirimu mendendam padaku. Tuan, cobalah kau positifkan arti dendammu, mendendamlah ketika aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh sehingga dapat kau balas dengan mencintaiku dengan lebih dari rasa cintaku padamu. tidakkah terasa lebih indah dendam yang seperti itu? 

Tapi, terserah padamulah. itu hatimu, aku telah lelah mencari celah untuk merubuhkan tembok yang kau bangun didepan hatimu, siapa yang membantumu membangunnya. aku memang belum pernah melihat dan meraba langsung seberapa kokoh dan tingginya tembok berlin yang diceritakan orang-orang, tapi yakinku hatimu telah tertembok oleh dinding setebal dan sekokoh berlin itu. 

aku menyerah. sudah cukup. indah memang indah, jangan tanya seberapa indahnya yang kita lalui bersama selama lama ini, tapi keindahan bisa luntur begitu saja dengan dirimu yang begini. sedikitpun tak berniat lagi hatiku mengenang keindahanmu, yang terlihat hanya burukmu saat ini saja. perlakuanmu padaku terlalu jelas, semacam tulisan yang diukir dengan spidol permanen dipapan tulis. 

kusudahi suratku yang panas ini. teruslah jadi tuan pendendam sampai akhir hayatmu, agar hidupmu tak disinggahi bahagia, aku turut bahagia dengan pilihanmu. selamat!

Komentar

Postingan Populer